Puluhan Warga Semayang Geruduk Pengadilan Tinggi Medan, Protes Dugaan Perampasan Tanah 14 Hektar oleh PTPN II

Kategori Berita

Iklan

Puluhan Warga Semayang Geruduk Pengadilan Tinggi Medan, Protes Dugaan Perampasan Tanah 14 Hektar oleh PTPN II

22 Oktober 2025

 

medantalktv

Medantalktv | Sekitar 50 warga menggelar aksi demonstrasi di depan Pengadilan Tinggi Medan pada Rabu (22/10/2025), menuntut kejelasan hukum terkait dugaan perampasan tanah seluas 14 hektar di wilayah Semayang oleh PTPN II.


Aksi tersebut dilakukan sebagai bentuk protes warga terhadap putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam yang tidak mempertimbangkan fakta, bukti, serta kesaksian selama persidangan. 


Majelis hakim telah bersikap tidak profesional karena dalam pertimbangannya hanya menyebutkan bahwa lokasi tanah yang disengketakan merupakan bagian dari HGU milik PTPN II, tanpa mengecek dan membuktikan proses terbitnya HGU tersebut secara mendalam.


Sebelum aksi digelar, warga juga telah melayangkan memori banding ke Pengadilan Tinggi Medan dengan harapan majelis hakim Di Pengadilan Tinggi dapat bertindak lebih profesional dan memutus perkara dengan menggunakan hati nurani serta rasa keadilan yang sebenarnya.


Dalam aksinya, massa meneriakkan tuntutan agar pengadilan memberikan keadilan dan transparansi.

“Kami rakyat meminta pertanggungjawaban atas tanah kami yang dirampas oleh PTPN II,” seru salah satu peserta aksi.


medantalktv


“Kami ini rakyat yang dizalimi. Kami datang ke tempat yang seharusnya bisa menampung dan mengakomodir aspirasi kami. Kami adalah warga pemilik tanah di Sei Semayang yang dirampas oleh PTPN II.” Ucap (Bernard).


Ia menjelaskan bahwa putusan tingkat pertama telah selesai, dan kini masyarakat telah melayangkan memori banding ke Pengadilan Tinggi Medan.


“Proses sudah, putusan sudah. Sekarang memori banding juga sudah kami sampaikan. 

Tapi yang ingin kami tegaskan, apakah Pengadilan Tinggi juga akan ikut terkontaminasi? Apakah akan meniru putusan majelis hakim di sana yang begitu konyol dan tidak profesional?”.


Selama di persidangan, seluruh bukti dan gugatan yang mereka sampaikan justru tidak dipertimbangkan.

“Kami sudah sampaikan gugatan kami jelas-jelas. Tapi satu poin pun tidak digubris.”


Ia mempertanyakan dasar hakim dalam memutus bahwa tanah sengketa merupakan HGU.

“Hanya dibilang itu HGU 90. Gampang sekali. Rumah saya pun bisa dibilang HGU 90 kalau tanpa dasar. Harusnya ada bukti. Mana titik koordinatnya? Mana patok batasnya? Itu bagian yang tidak terpisahkan dalam HGU, tapi tidak digubris.”


Warga juga mengeluhkan dua kali gugatan mereka ke pengadilan berakhir dengan putusan niet ontvankelijke verklaard (NO) dan penolakan.

“Kami sudah dua kali ke pengadilan. Pertama NO, kedua juga NO. Semua data kami dibilang tidak ada. Padahal kami ini pembeli yang beritikad baik.”


Menurut warga, lahan tersebut telah dikelola secara turun-temurun sejak tahun 1950-an. Namun pada 2018, tanpa pemberitahuan dan tanpa proses hukum, lahan diratakan. Setelah itu, tiba-tiba HGU diterbitkan tanpa menunjukkan batas wilayah secara jelas.


Dalam pernyataan akhir, ia menyebut putusan hakim PN (Pengadilan Negeri) Lubuk Pakam tidak mencerminkan rasa keadilan.

“Saya sangat kecewa dengan putusan PN (Pengadilan Negeri) Lubuk Pakam. Tidak profesional, tidak memihak keadilan dan kebenaran. Bukti sudah kami sampaikan, tapi tidak satu pun dipertimbangkan. Mereka hanya bilang tanah kami itu HGU. Padahal jauh sebelum mereka okupasi tahun 2018, kami sudah menggarapnya. Luar biasa majelis hakim itu.”


Bernard menegaskan, aksi warga sama sekali tidak bermuatan provokasi.

“Kami tidak anarkis. Kami hanya menyampaikan aspirasi. Kami hanya minta keadilan. Karena kami sudah terpukul dalam-dalam. Di negara Republik Indonesia ini, keadilan seperti sudah terkubur.”


Menanggapi aksi tersebut, perwakilan Humas Pengadilan Tinggi Medan, Samsul Bahri, menyebut aspirasi massa akan diteruskan kepada pimpinan pengadilan. Pihak warga juga meminta agar dijadwalkan audiensi dengan Ketua Pengadilan Tinggi dalam waktu dekat.


Masyarakat berharap Pengadilan Tinggi Medan dapat menangani perkara ini secara adil dan tidak “terkontaminasi” dengan putusan sebelumnya yang dinilai merugikan rakyat kecil. Mereka meminta agar dijadwalkan audiensi dengan Ketua Pengadilan Tinggi dalam waktu dekat.


“Kami akan mengawal proses ini. Kami hanya ingin keadilan ditegakkan di negara yang kami cintai ini,” tegas (Bernard).


Aksi berjalan tertib hingga massa membubarkan diri setelah menyampaikan tuntutan mereka.


A/S